October is Breast Cancer Awareness!

Kanker payudara merupakan penyebab kematian terbesar kedua untuk perempuan-perempuan Indonesia!

Pada tahun 2003, WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kanker merupakan problem kesehatan yang sangat serius karena jumlah penderita meningkat sekitar 20% per tahun.

• Di Amerika Serikat 180.000 kasus baru per tahun
• Di Netherlands 91 kasus baru setiap 100.000 penduduk
• Di Indonesia sendiri, diperkirakan 10 dari 100.000 penduduk terkena penyakit kanker payudara.

CEGAH PENYAKIT KANKER PAYUDARA!!!

Caranya... by knowing your body... deteksi sejak dini!

Gejala-gejalanya:

a.Benjolan yang tidak hilang atau permanen, biasanya tidak sakit dan terasa keras bila disentuh atau penebalan pada kulit payudara atau di sekitar ketiak.
b.Perubahan ukuran atau bentuk payudara.
Kerutan pada kulit payudara.
Keluarnya cairan dari payudara, umumnya berupa darah.
Pembengkakan atau adanya tarikan pada puting susu.


Yang Beresiko Terkena Kanker Payudara:
1. Perempuan yang bertambah usianya
2. Riwayat keluarga (ibu, saudara) yang pernah mengidap kanker payudara
3. Pernah melakukan terapi radiasi di wilayah dada
4. Keturunan Kaukasia
5. Menstruasi awal (sebelum usia 12 tahun)
6. Menopause terlambat (sesudah 50 tahun)
7. Tidak punya anak, atau memiliki anak setelah usia 30 tahun
8. Mutasi genetis

Mencegahnya:
S A D A R I !!!
1. Amati...
2. Rasakan...
lengkapnya, lihat http://health.yahoo.com/breast-cancer-awareness-2007

Stop Perdagangan Orang

Pendahuluan
Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaannya sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi oleh negara, pemerintah, hukum dan setiap orang demi kehormatan, perlindungan harkat dan martabat manusia. Berangkat dari hukum kodrat oleh John Locke bahwa ada tiga hak dasar yang bersifat umum bagi setiap dan semua manusia yaitu hak atas kehidupan, hak milik pribadi dan hak atas kebebasan.[1] Dengan kata lain, sebagal makhluk hidup yang berkesadaran dan berkehendak, dari kodratnya manusia memiliki hak untuk hidup, hak atas sarana untuk mewujudkan kehendaknya.

Dalam refleksi filosofis tentang pendasaran hak asasi manusia, martabat manusia dijadikan sebagai fundamen yang kukuh, di samping tentu kodrat manusia. Martabat berkaitan dengan nilai. Sejak hidupnya filsuf Jerman, Immanuel Kant, kita langsung mengerti martabat secara normatif. Martabat harus dihormati. Secara konkrit hal itu berarti bahwa manusia harus diperlakukan sebagai suatu tujuan sendiri dan bukan sebagai sarana belaka. Ketika manusia diperlakukan sebagai sarana maka tidak ubahnyalah manusia itu seperti komoditas barang yang diperdagangkan.

Wacana tersebut harusnya sudah menjadi suatu kesepakatan publik. Dimana tidak akan ada lagi pengangkangan martabat manusia. Tercipta kehidupan yang harmonis yang jauh dari segala macam pelecehan. Namun terlepas dari itu semua, semakin bertambahnya usia peradaban manusia ternyata semakin memberi dampak yang negatif terhadap sinergisitas kehidupan. Manusia yang seharusnya sudah mapan dan menjadi subyek produksi budaya malah terhegemoni oleh situasi perekonomian. Manusia memandang perkembangan sejarah peradaban seperti apa yang dikatakan oleh Hegel, yaitu sebagai skema metafisis proses rasionalitas manusia.[2]

Fenomena semacam ini banyak menghampiri kehidupan masyarakat kita yang berada pada taraf kesejahteraan rendah. Eksploitasi terjadi pada segala aspek; fisik dan non fisik. Tenaga kerja yang dipekerjakan tanpa upah pun semakin banyak. Dan lebih parahnya lagi bukan hanya tenaga mereka yang dikuras, tapi juga tubuh mereka yang 'digilas'. Yang banyak menjadi korban biasanya adalah pihak minoritas, yang tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, perempuan.

Kasus menghebohkan yang sekarang ini banyak menimpa perempuan adalah perdagangan orang. Segala bentuk kompleksitas kekerasan ada di dalamnya. Hal ini banyak dialami oleh TKW, baik yang bekerja di luar maupun di dalam negeri. Kasus mulai dari gaji tidak dibayar sampai dengan perlakuan yang tidak wajar (kekerasan fisik). Kasus penjerumusan ke dalam lembah industri pelacuran dengan iming-iming akan dipekerjakan atau disekolahkan ke luar negeri.

Fakta di lapangan menunjukkan, kuantitas perempuan pekerja lebih besar jika dibandingkan laki-laki. Namun kalau ditelusuri lagi, lahan yang digarap perempuan biasanya bukanlah lahan-lahan basah. Posisinya paling rendah, dengan jam kerja panjang tapi upah kerja minimum. Karena kondisi ini pulalah, perdagangan orang tidak terelakkan oleh perempuan. Perempuan (yang termasuk dalam tingkat kesejahteraan rendah) masih berfikir dengan jalan sebagai subyek dagang, mereka akan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup secara instan.

Indonesia memiliki sekitar 200 ribu pekerja seks. Satu juta pekerja rumah tangga dan satu juta tenaga kerja wanita.[3] Angka presentase yang sangat berarti telah dimunculkan melalui berbagai survei bahwa banyak dari mereka sesungguhnya merupakan korban perdagangan orang. Sumatera Utara yang merupakan daerah transit transportasi udara dan laut ikut andil dalam memperluas jaringan sindikat perdagangan perempuan.

Definisi Dan Besaran Masalah
Pelapor khusus PBB mengenai kekerasan terhadap perempuan (UN Special Rapporteur on Violence Against Women) mendefinisikan masalah perdagangan perempuan sebagai: All acts involved in the recruitments and/or services by means of violence, abuse of authority or dominant position, debt bondage, deception or other forms of coercion (Segala tindakan yang melibatkan perekrutan dan atau penyaluran perempuan dan anak-anak perempuan di dalam negeri maupun di luar negeri untuk bekerja atau memberikan layanan, yang dilakukan lewat pendekatan kekerasan, penyalahgunaan wewenang, perbudakan-pemerangkapan utang, penipuan, atau lewat bentuk-bentuk kekerasan atau pemaksaan lainnya).[4]

Definisi yang dijabarkan oleh PBB tersebut menjelaskan bahwa perdagangan perempuan dilakukan dengan pendekatan kekerasan. Korban direkrut dari daerah asal dikirim kepada calo/broker dan germo yang biasanya memegang kendali di daerah transit dan untuk selanjutnya diserahterimakan kepada pihak penerima di daerah tujuan.

Coalition Againts Women in Trafficking (CAWT) dalam laporannya menyebutkan, tujuan utama perdagangan perempuan adalah untuk kepentingan industri prostitusi.[5] Meskipun dalam perekrutannya seringkali disamarkan lewat iming-iming pekerjaan, pariwisata, bahkan kawin kontrak. Organisasi ini melaporkan adanya ratusan perempuan di Saudi Arabia, Taiwan, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Australia, Korea Selatan dan Jepang.

Selain keluar negeri, sebagian besar perdagangan perempuan sebenarnya juga terjadi di dalam negeri. Jumlah perempuan yang diperdagangkan dan diperangkap masuk dalam industri prostitusi sangat besar. Namun data resmi pemerintah hanya berjumlah ratusan saja. Berdasarkan laporan kasus perdagangan orang di Indonesia, jumlah korban dua tahun ini mengalami fluktuasi. Yang pada tahun 2005 jumlah kasus sebanyak 71 dan yang dilimpahkan ke kejaksaan hanya sebanyak 11,27 persennya saja (8 kasus) pada tahun 2006 mengalami peningkatan, ada sebanyak 126 kasus perdagangan orang sedangkan yang dilimpahkan ke kejaksaan sebanyak 64 kasus (50,79 persen).[6]

Luas dan kuatnya jaringan sindikat perdagangan perempuan dan prostitusi bisa dilihat dari besarnya uang yang dihasilkan dari bisnis tersebut. Menurut PBB perdagangan orang adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia yang menghasilkan sekitar 9,5 juta USD dalam pajak tahunan. Selain itu perdagangan orang juga merupakan salah satu perusahaan kriminal yang sangat menguntungkan dan sangat terkait dengan pencucian (money loundring), perdagangan narkoba, pemalsuan dokumen dan penyelundupan manusia.[7]

Banyak faktor yang mendukung meluasnya prktek perdagangan perempuan dan prostitusi, di antaranya, (1) ketiadaan pilihan akibat kemiskinan dan pengangguran yang membelit dan tersebar luas, (2) lemahnya posisi perempuan akibat kultur dan struktur patriarki dalam masyarakat Indonesia, (3) lemahnya komitmen dan kebijakan negara untuk mencegah dan menanggulangi masalah perdagangan perempuan dan prostitusi dan juga (4) banyaknya praktik kolusi antara jaringan pelaku perdagangan perempuan, pemilik industri prostitusi dengan aparat negara, termasuk aparat keamanan.

Komitmen Negara Dan Masyarakat Dalam Peretasan Tindak Perdagangan Perempuan
Sudah merupakan satu kemajuan dari pemerintah yang telah mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (UUPTPPO).[8] Dari yang sebelumnya sudah dilakukan peratifikasian beberapa komitmen internasional, antara lain Convention on The Ellimination of All Forms of Discriminations Againts Women (CEDAW) diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984 untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan, terutama pada bidang-bidang pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, kesehatan, hukum dan International Conference on Population and Development (ICDP) tahun 1994 yang isinya Negara peserta menyepakati programme of action untuk menegaskan kembali dan mengupayakan peran perempuan dalam pembangunan dan menjamin strategi baru yang berfokus pada kesetaraan, keadilan, dan pemberdayaan perempuan.

Hanya tinggal lagi standar tentang pengaturan pelaksanaan UU tersebut yang belum dirancang. Diharapkan peraturan pemerintah segera dikeluarkan sebagai aturan pelaksanaan untuk mempermudah jalannya pemberantasan perdagangan orang.

Selain komitmen pemerintah, penting adanya pembentukan gugus tugas di dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, peneliti/akademisi.

Pada masyarakat sipil perlu diadakan pendidikan hukum, pembangunan capacity building dan memasukkan materi khusus tentang pemberantasan perdagangan orang (terutama perempuan dan anak-anak, penghapusan kekrasan dalam rumah tangga) dalam mata kuliah perguruan tinggi.

Para akademisi perlu juga memberikan masukan dalam proses legal drafting dan membangun networking dengan stakeholder lainnya, melakukan advokasi penegakan hukum (ligitasi atau non ligitasi termasuk pendampingan) berkaitan dengan pemberantasan perdagangan orang.

Walaupun di Sumatera Utara sudah ada peraturan daerah tentang PTPPO, perlu diadakan peninjauan kembali untuk dilakukan penyesuaian dengan kasus-kasus yang berkembang, misalnya selain tenaga kerja (termasuk PSK), juga perdagangan bayi dan organ tubuh yang mulai marak terjadi.

Dan satu hal yang harus kita fikirkan bersama adalah penyediaan lapangan kerja bagi korban-korban perdagangan perempuan, terlebih lagi untuk mantan-mantan PSK yang sudah hidup normal kembali. Yang pasti, lapangan pekerjaan tersebut harus menjanjikan, menopang kesejahteraan hidup mereka sehingga tidak akan dikhawatirkan mereka kembali ke dunia perdagangan orang lagi.


[1]
Kristanto, J. B., Arsuka, Nirwan Ahmad, Bentara: Esei-Esei 2002, Kompas, Jakarta, Agustus 2002, hlm. 67.
[2]
Ibid, hlm. 127.
[3]
Rosenberg, 2003, hlm. 30
[4]
Sudirman, H. N., Lingkaran Setan Perdagangan Perempuan, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0110/22/nasional/ling36.htm
[5]
Trafficking in Women and Prostitution in Asia-Pacific,1998.
[6]
Data Perdagangan Manusia di Indonesia dalam www.lfip.org/report/traffickingdatainIndonesiatable.pdf
[7]
Agusmidah, Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia dan Upaya Penangulangannya, 30 Agustus 2007.
[8]
Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Permasalahan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 30 Agustus 2007.

Gerakan Lingkungan Memerlukan Topangan Teologis

Perkataan ”damai di bumi”, sekarang telah mendapat perluasan horizon kognasi yang semangkin spektakuler. Setidaknya, setelah hadiah nobel perdamaian diberikan pada Prof. DR. Muhammad Yunus, pahlawan Banglades yang telah berhasil melawan kemiskinan dengan Bank Garmeen di negaranya. Hampir 70% dari nasabah bank yang berjumlah jutaan itu dalam waktu yang relatif singkat dapat keluar dari garis kemiskinan. Semula, orang masih mendapat kesulitan menghubungkan pengertian perdamaian dengan pengentasan kemiskinan. Akhirnya masyarakat luas memakluminya juga bahwa ”damai di bumi” atau ”damai di hati” tidak akan pernah terjadi apabila manusia masih tetap dibalut kemiskinan dan kepapaan. Bukankah damai merupakan salah satu dari nilai alam tabi’i (nature), sedang alam jagat raya itu adalah manifestasi lahir ataupun batin dari Tuhan. Antara damai di bumi dan di hati terjalin hubungan simbolis denganTuhan. Oleh karena itu, manusia harus berlaku adil kepada alam, menjaga hubungan harmonis antara keduanya (Al-Attas, 2001). Bukankah kemiskinan, dapat menyulut perilaku tidak terpuji kepada alam seperti perambahan hutan, pencemaran sungai, bahkan pencurian, perampokan, migrasi sporadis, malah peperangan. Dengan kata lain, kesejahteraan, keharmonisan, kejujuran, keindahan, kebersihan, keimanan dan ketaqwaan adalah manifestasi dari hubungan harmonis manusia dengan alam dan Khaliknya.
Pada paruh pertama tahun ini, masyarakat dunia merasa tergoncang lagi, dengan adanya hadiah nobel perdamaian dunia yang diberikan kepada Al Gore mantan wakil presiden Amerika Serikat. Beliau dianggap, telah melakukan usaha dan aktivitas yang tidak kenal lelah untuk memperingatkan umat manusia terhadap malapetaka perobahan iklim. Kecerobohan dan kerakusan manusia mengeksploitasi alam dari mulai perambahan hutan sampai kepada memproduksi alat dan perangkat teknologi kimiawi yang ternyata telah merusak dan menghancurkan lapisan ozon. Akibatnya, perobahan iklim tidak hanya berdampak kepada naiknya permukaan air laut, tetapi juga berkaitan erat dengan kekeringan, banjir, gagal panen, ancaman kepada kesehatan manusia, binatang dan tumbuhan serta munculnya gelombang badai yang menghempaskan kota-kota dan pemukiman di tepi pantai. Sekarang orang menjadi cemas, tidak hanya karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga dengan masa depan bumi yang didiaminya. Bukankah ini kaitan yang gamblang antara ”damai di bumi” dengan ”damai di hati”.

Kewajiban Orang yang Taqwa
Orang beragama sering lupa, bahwa ketaqwaan kepada Allah swt tidak mungkin dilepaskan dari tugas manusia sebagai khalifah untuk ”mamayu huyning bawana,” membuat dunia ini lebih indah dan lestari. Seluruh umat beragama seharusnya berkoalisi untuk memberikan topangan teologis terhadap gerakan pelestarian lingkungan. Karena sebuah gerakan harus punya krido (creed) jeritan batin yang harus bersumber pada nilai-nilai ke Illahiah (supernatural) seperti menjauhi bencana dan keserakahan yang sangat dibenci Tuhan, menanamkan kejujuran, kesederhanaan, kebersihan dan keindahan, agar tercipta ”damai di bumi” dan ”damai di hati.” Tetapi, mengapa para tokoh agama, ulama dan pendeta begitu jarang menyinggung dan mengemukakan bahwa gerakan lingkungan memerlukan topangan teologis. Argumentasi ini agak langka kedengaran mencuat dari mereka. Bahkan sejatinya, gerakan lingkungan itu harus berawal dan berakhir dari keyakinan religius. Seharusnya para pakar agama meyakinkan para aktivis lingkungan, betapa kental hubungan gerakan lingkungan itu dengan masalah spiritual dan religiusitas.
Salah seorang pemikir muslim yang terkenal dalam masalah lingkungan adalah Prof. Dr. Syayid Hossein Nasr. Beliau adalah kelahiran Iran (Persia) yang menjadi guru besar filsafat Islam pada bebrapa universitas terkenal di Amerika Serikat. Dalam berbagai kesempatan selama berada di Indonesia (1994), beliau mengemukakan bahwa masalah krisis lingkungan dewasa ini tidak hanya masalah krisis intelektual dalam konteks ekonomi dan teknologi tetapi juga adalah masalah krisis teologis (religiusitas) umat manusia. Oleh karena itu, akar krisis lingkungan tidak hanya bersifat intelektual, tetapi juga metafisis dan religius (agamis). Jadi, suatu krisis spiritual yang paling dalam. Atau dengan kata lain, menurut Nasr, masalah krisis lingkungan adalah masalah yang berkaitan dengan ”ultimacy”, persoalan makna hidup yang paling dalam pada manusia, sehingga tidak ada sesuatu yang dapat menangani persoalan itu kecuali agama. Oleh karena itu, Professor Nasr menegaskan, perlu digali dan diperkenalkan kembali kearifan tradisional Islam, formulasi tatanan alam dan manusia dalam dimensi religius, dan kesadaran syari’ah serta aplikasinya dalam hubungan antara ”Manusia-Alam dan Tuhan” yang menjadikannya.

Pandangan Islam dan kapitalisme Barat
Seperti diketahui, ekonomi kapitalis lahir dalam masyarakat dunia dengan dasar etika Kristen Calvinisme (mazhab yang dipelopori oleh Jhon Calvin, yang menekankan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Akan tetapi, revolusi industri yang muncul dari ekonomi kapitalisme ini telah menggeser dasar etika Calvinis tersebut dan menjadikan ”egosentrisme” (keangkuhan manusia) sebagai dasar etika baru yang dominan. Egosentrisme manusia ini telah menggunakan IPTEK sebagai alat untuk menaklukkan alam dan mengurasnya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Dunia kita dewasa ini berada di tepi kehancuran, karena sumber-sumber alam dijarah kelewat batas, terutama pada keempat sistem biologis yaitu: hutan, padang rumput, lahan dan perikanan laut. Justru, keempat sistem ini sangat vital (penting) dalam kehidupan manusia.
Menurut perhitungan PBB (UNEP) setiap detiknya diperkirakan 200 ton gas beracun (karbondioksida) dan 750 ton permukaan tanah yang subur (top soil) musnah. Sementara itu setiap hari, sekitar 47.000 hektar hutan dibabat, 16.000 hektar tanah digunduli dan di antara 100 hingga 300 spesies mati. Pada saat yang sama pula penduduk bumi untuk tiap tahunnya bertambah 100 juta orang. Jumlah manusia ini akan menambah beban bumi yang sudah renta.
Bagaimana dengan Indonesia? Pencemaran udara dan air di Jakarta dan Medan umpamanya, ternyata lebih parah dibandingkan dengan kota New York dan Paris. Kebakaran dan kehancuran hutan di Kalimantan, papua, dan Aceh memerlukan waktu 70 tahun untuk merehabilitasinya. Semua sungai di Jawa dan Sumatera dinyatakan tercemar berat (dengan bahan beracun B-3) dan tidak mampu lagi membersihkan dirinya. Sementara itu, hutan bakau di sepanjang Timur pantai Sumatera< Kalimantan dan Jawa Utara, dewasa ini terus mengalami kepunahan, karena dirambah menjadi tambak udang, permukiman elit dan industri. Pembuangan limbah pabrik ke sungai dan pendangkalan perairan pantai telah menyebabkan para nelayan kecil makin hari makin kehilangan rezeki. Ironisnya, pukat harimau (trowler) tetap beroperasi, meyapu dan menjaring ikan kecil dan besar di sepanjang pantai. Kenyataan ini membuat masyarakat Islam harusnya tersentak. Selama ini alam kesadaran cendikiawan, ulama dan para birokrat, seakan tidak memiliki kesempatan untuk merujuk nilai-nilai dan ajaran Islam tentang hubungan alam dan manusia, terutama karena kesibukan mereka dalam alih teknologi Barat dan rayuan kedudukan politik bisnis-kapitalis. Barat sudah seharusnya dikoreksi dengan nilai-nilai ekologi yang islami. Ajaran Islam sebagai ”al din al hanif”, terutama tentang manusia dan alam dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengatasi krisis lingkungan, tidak hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk masyarakat Barat dan masyarakat non Barat lainnya.

Akar Krisis Lingkungan
Seperti diperingatkan oleh Prof. Nasr (1996), bahwa krisis lingkungan berakar pada kontradiksi antara serangan gencar kebudaayn Barat yang egosentris di satu pihak dan lunturnya kebudayaan Islam di pihak lain. Budaya Barat telah menempatkan manusia secara hirarkikal di atas alam. Alam diangapnya sebagai ”musuh yang harus ditaklukkan”. Sebaliknya, Islam memandang alam sebagai bahagian integral yang tak terpisahkan dari manusia. Alam dengan segala fenomenanya adalah tanda-tanda atau simbol yang melukiskan ayat-ayat kebesaran Tuhan yang tak tertulis dan unik yang disebut juga sebagai ayat-ayat Kauniyah. Ayat-ayat Kauniyah ini melengkapi ayat-ayat lain yang tertulis di dalam Al-Quran. Bagi kaum muslim yang bijak menurut Prof nasr, alam merupakan Al-Quran kosmis atau antologis (Al-Quran Al-Datwani). Manusia yang bijak akan membaca dan melihat fenomena alam dengan segala peristiwanya sebagai ’tanda-tanda’ atau ayat Allah yang disebut juga oleh agama-agama Samawi lainnya sebagai ”vestigia dei”. Namun, ”vestigia dei” (ayat-ayat Allah) itu sekarang dalam dunia Barat telah dikesampingkan, penaka salib yang tegak dan menjadi saksi bisu dari kehancuran lingkungan akibat nilai-nilai egosentrisme teknologi modern.
Krisis lingkungan yang telah mendorong kegelisahan, kecemasan dan keprihatinan dewasa ini berasal dari sebab yang sangat mendasar, yaitu krisis eksistensi manusia yang bersumber dari paradigma ilmu, teknologi dan seni semakin jauh dari nilai-nilai etik, moral dan agama. Gerakan lingkungan seyogianya harus ditopang kembali oleh krido teologis, agar ”benang merah” Illahi yang menghubungkan ”damai di bumi dan damai di hati” dapat senantiasa dipertautkan. Justru itu gerakan lingkungan harus ditopang dan diletakkan dalam konteks untuk meraih taqwa, sebuah posisi luhur dalam pandangan Allah swt. Insya Allah!

Oleh : Prof. Usman Pelly, M.Pd. Ph.D

Pekan Diskusi Ramadhan

Isi ramadhan dengan aktivitas positif yuk! Mulai tanggal 08 s.d. 15 September 2008 pukul 16.30 wib ada Pekan Diskusi Ramadhan yang dilaksanakan di Mushola HMI Cabang Medan. Kegiatannya berupa diskusi dan buka puasa bersama.

Berikut adalah pembicara yang akan hadir dalam pekan diskusi ramadhan:
1. Prof. Usman Pelly, M.Pd, Ph.D
2. Raden Muhammad Syafi'i, SH, M.Hum
3. Drs. Awaluddin Tayyeb, MT
4. Drs. Anshar M Noor, MT
5. Drs. Zahrin Piliang, M.Pd
6. Drs. Murlan Tamba, MT
6. Ir. Nelly Armayanti, MP

wanted !

















Harap segera konfirmasi ke pengurus Kohati HMI Cabang Medan untuk melakukan follow up LKK :
1. Membuat essay tentang woment and development
2. Menjadi pembicara dalam diskusi keperempuanan Kohati HMI Cabang Medan sebanyak 1 kali
3. Mengikuti diskusi rutin HMI Cabang Medan minimal sebanyak 3 kali

Peserta yang tidak mengikuti follow up, tidak akan mendapatkan sertifikat kelulusan training beserta beberapa gift lainnya.


Ni peserta LKK Kohati HMI Cabang Medan

GERAKAN EKOFEMINISME

Paket kegiatan yang berupa penanaman Toga (tanaman obat keluarga) di bantaran sungai deli, sarasehan Sadar Lingkungan Hijau dan Lestari, dan pelatihan lifeskill ini dilakukan sebagai peringatan momentum hari kartini dan hari bumi. Apresiasi sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah mensukseskan rangkaian kegiatan tersebut, yakni
1. Ibu Nanan Abdillah Ak. M.Ba
2. Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Sumut (Ir. H. Nurlisa Ginting)
3. Kakanda Jaya Arjuna (pemerhati lingkungan)
4. Kakanda Ir. Rosdanelly, MT
2. Camat Medan Glugur
3. Kepala Desa dan kepala lingkungan Sekata 6
4. Ibu-ibu PKK Kota Medan
5. Seluruh kader yang terlibat secara aktif dari awal hingga berakhirnya kegiatan

Mudah-mudahan impian kita untuk membentuk satu pinggiran kota percontohan segera terwujud.
Salam.


Sarasehan tentang lingkungan hidup bersama Kakanda Ir. Jaya Arjuna, M.Si dan Ketua Biro Pemberdayaan Perempuan Sumatera Utara (Hj. Ir. Nurlisa Ginting)


penanaman toga pertama oleh Ibu Nanan Abdillah, Ak. MBA


Pelatihan lifeskill yang diberikan oleh Kakanda Dr. Rosdanelly, MT