Sejarah Multi Partai dalam Pemilu
1955 : Pemilu yang Pertama diikuti 4 partai
1971 : Pemilu diikuti multipartai
1977-1997: Partai disederhanakan jadi 3 (5xpemilu)
1999 : Pemilu diikuti Multipartai
48 muncul, 21 yg duduk
Presiden dipilh MPR
2004 : Pemilu diikuti multipartai
24 muncul, 17 duduk, kuota 30% perempuan
Presiden dipilih lgsng
2009 : Pemilu diikuti multipartai
38muncul, ???
Pencapaian
Agenda bagi penyederhanaan sistim kepartaian berlangsung di tingkat nasional-dengan penerapan P.Threshold
Dengan penyederhanaan sistim kepartaian di tingkat nasional, positioning antara partai penguasa dan partai oposisi jelas terlihat terutama untuk kepentingan pemilihan presiden 2009.
Kompetisi antar partai cukup tajam untuk mendapatkan kursi sehingga memaksa pengurus maupun caleg untuk turun ke bawah dan kerja keras meraih kursi (dengan sistim suara terbanyak maka kompetisi Internal Partai jga cukup tajam).
Dinamika politikle lebih dinamis di lokal , CSO bisa berperan aktif mendorong perubahan dan pemajuan aspirasi
Kemunduran
Penerapan PT membatasi akses partai untuk mendapatkan kursi DPR tidak menyederhanakan jumlah partai yang ikut pemilu 2009. Partai peserta pemilu 2009 terdiri dari partai peserta pemilu 2004 yang mendapatkan kursi DPR ditambah partai baru yang lolos seleksi KPU yaitu yang memenuhi ketentuan UU pemilu dan partai lama yang bisa memenuhi ketentuan psl 315 tentang ET.
Inkonsistensi pada penerapan ET dan PT
Ketentuan PT 2,5 % untuk partai baru dan partai kecil membatasi peluang mereka untuk diperhitungkan dalam alokasi kursi DPR-RI (berdasarkan simulasi data hasil pemilu 2004 hanya akan ada 8 partai yang lolos)
8 partai yang lolos sesungguhnya hanya mendapatkan 60 % dari total suara nasional sehingga banyak suara yang hilang dan tidak diperhitungkan dalam alokasi kursi DPR.
40 % suara yang hilang bisa jadi merepresentasikan kepentingan, aspirasi, atau kelompok tertentu
Situasi ini akan menghasilkan banyak “partai lokal” yang memiliki kursi di DPRD Propinsi atau DPRD kab/kota tapi tidak punya wakil di pusat. Di tingkat lokal tidak akan tercapai keinginan untuk penyederhanaan partai dan penciptaan sistim multipartai sederhana.
Akibatnya proses politik di tingkat lokal akan menjadi lebih kompleks, berlarut dan berpotensi menjadikan proses pembangunan dalam kerangka Otda tidak akan berlangsung mudah dan mulus. Skenario terburuk politik uang, korupsi politik akan menjalar ke tingkat lokal.
Ketidak konsistenan dalam kewenangan penerapan dapil yang ditarik dari KPU kepada partai politik untuk menentukan jumlah dapil ( 77 dapil) dan alokasi kursi ( 3-10) di DPR, tapi tetap membiarkan kewenangan ini berada di KPU untuk penentuan alokasi kursi ( 3-12) dan dapil di daerah
Pengembalian suara ke dapil dan ke parpol dalam perhitungan sisa suara tidak diatur dalam UU pemilu dan harus ditangani KPU. Selain kesulitan dalam perhitungan akhir, penetapan kursi berpotensi mengundang pertikaian jika KPUD tidak tegas dan kompeten
Beban inkonsistensi dan ketidak jelasan akan beralih ke KPU/KPUD seta bawaslu untuk kasus-kasus yang di kriminalisasi
Ada ruang untuk money politics dan berpotensi suara hilang dan TIMBULNYA kecurangan lain
Peran CSO harus Optimal utk. Menjaga hal-hal tsb.
Tantangan
Tidak mudah bagi kandidat perempuan dan laki-laki bertarung memperebutkan kursi DPR-RI
* Kenaikan jumlah perempuan akan lebih dimungkinkan di DPRD propinsi dan kab/kota mengingat ketentuan dalam UU 10/2008 hampir tidak merubah secara substantif ketentuan pemilu 2004
* Tantangan terberat mengisi jumlah perempuan yang cukup di propinsi dan kab/kota
Paham UU Politik.
Kebanyakan anggota partai tidak menganggap penting UU dan menganggap lebih penting aturan internal partai, padahal aturan internal kadang tidak sesuai dengan ketentuan UU
Paham dan awas dengan munculnya kebijakan internal partai yang bertentangan dengan ketentuan UU Pemilu dan bagaimana mekanisme yang harus dilakukan.
Memikirkan strategi fund raising dan bagaimana melakukan jejaring vertikal dan horizontal agar perempuan yang sudah dalam posisi aman bisa menarik gerbong yang lebih banyak dan menjawab tantangan untuk mengisi kursi legislatif yang masih kosong di tingkat lokal
Untuk perempuan agar bisa terpilih menjadi anggota DPR-
RI dengan aman :
a. Partainya bisa melampaui PT 2,5 %
b. Total perolehan suara partai melampaui BPP di dapil sehingga partainya bisa mendapatkan kursi /lolos pada perhitungan tahap pertama.
c. Total perolehan suara partai bisa melampaui 50 % BPP di dapil sehingga, partainya bisa mendapat kursi/ bisa lolos pada perhitungan suara tahap 2
d. Total perolehan suara nya sebagai kandidat partai tersebut bisa memperoleh suara terbanyak di dapil maupun dlm. partainya
(disampaikan pada Pendidikan Politik untuk Perempuan Pemilih Pemula Kohati HMI Cabang Medan di Binagraha Pemprovsu, 21 Februari 2009)
Demokrasi dan Multi Partai di Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)