Perspektif Gender dalam Regulasi Pendidikan

Pendahuluan
Pendiri Negara menempatkan pendidikan sebagai tujuan Negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia (laki-laki dan perempuan)
Kualitas sumberdaya manusia dapat ditentukan dan ditingkatkan melalui pendidikan (formal, non-formal dan informal).
Kesenjangan partisipasi antara laki-laki dan perempuan masih ditemukan diberbagai bidang termasuk pendidikan, walaupun Indonesia pernah dipimpin presiden perempuan.
Posisi perempuan belum berada pada posisi yang diharapkan dan belum menggembirakan.
Data statistik menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal disegala bidang dan bahkan sengaja dikebelakangkan atau dipinggirkan.

Pengertian
Gender : ”genus” berarti tipe atau jenis.
Pengertian laki-laki dan perempuan yang dibuat oleh masyarakat /budaya
Bentukan masyarakat (konstruksi sosial) yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, tercermin pada konsep tugas, fungsi dan peran.
Konstruksi sosial budaya mengenai sifat-sifat feminin (keibuan) dan maskulin (kelelakian) yang berbeda dikarenakan masyarakat itu beragam dan dinamis, sebab itu sifat-sifat gender bisa berbeda menurut tempat dan waktu.

KBBI: perspektif = sudut pandang
Perspektif gender: merupakan sudut pandang yang sudah memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki.

Perspektif Gender dalam Regulasi Pendidikan
Peraturan yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pendidilkan di Inonesia saat ini antara lain adalah:
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen
UU No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Berbagai peraturan tentang pendidikan di Indonesia tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki atau dapat dikatakan netral gender tetapi hasil atau akibatnya masih bias gender.







Potret Perempuan Indonesia
HDI/IPM berada pada urutan 108 dari 177 (HDR 2006)
GDI/IPG berada pada urutan 81 dari 136 Negara (HDR 2006)
GEM/IDG mencapai nilai 61,3 (2005)
Buta Aksara (usia>15 thn) perempuan 12,4% dan laki-laki 5,6%
AKI 307/100.000 kelahiran hidup

TPAK perempuan 48,63% dan laki-laki 84,74%
Kerterwakilan perempuan di DPR 11,6%, DPD 21,9%, DPRD Provinsi 10%, DPRD KAB/KOTA 6%
Masih ada 21 UU dan puluhan perda yang bias gender
PNS perempuan 40,6%, hanya 12,3% eselon 1-3
Menteri 4, Gubernur 1, Bupati 9, Wakil Bupati 10, Walikota 1
Kasus-kasus kekerasan (KDRT), diskriminasi, trafiking dan eksploitasi













Kesenjangan Gender dalam Pendidikan
Akses dan Pemerataan
indikator: angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi Murni (APM), angka buta aksara/angka melek aksara.
Mutu dan Relevansi
indikator: angka putus sekolah, angka mengulang kelas, keberadaan materi bahan ajar, proporsi menulis bahan ajar perempuan terhadap penulis laki-laki, proporsi siswa perempuan terhadap siswa laki-laki menurut program studi pada jenis pendidikan kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi.
Manajemen pendidikan,
indikator: kebijakan , pelaksanaan kebijakan serta proporsi perempuan terhadap laki-laki dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Penutup
Regulasi pendidikan umumnya netral gender, tetapi hasilnya bias gender.
PUG pendidikan telah dilakukan dan sudah memasuki tahun ke delapan, tetapi perubahan sikap (perspektif gender atau sensitif gender) dari pengambilan keputusan belum memadai.
Masih perlu waktu untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Meuthia Fadila Fachruddin
Kepala PSGPA - Unimed
(disampaikan pada Sarasehan Politik Perempuan di Binagraha Pemprovsu, 04 April 2009)

0 komentar: