Perspektif Gender dalam Regulasi Kesehatan

Hak dan Kewajiban
Konstitusi WHO (1946) menyatakan bahwa kesehatan adalah hak azasi, manusia yang fundamental. Hal ini kemudian ditegaskan kembali dalam deklarasi Alma Ata (1978) dan Deklarasi Kesehatan Sedunia (1998).
UUD RI Tahun 1945
Kesehatan adalah hak azasi berarti :
Pemerintah menjamin ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (accessability) pemeliharaan kesehatan untuk semua secepat mungkin. (WHO-Health and Human Right Publ. Serien No. I. July 2002)

KESEHATAN IBU DAN ANAK INVESTASI SDM
2.1. Kesehatan ibu dan anak berkontribusi besar kepada INDIKATOR KESEJAHTERAAN BANGSA (HDI):
(1) Umur harapan hidup,
(2) Melek Huruf,
(3) Income/kapita
HDI Indonesia 110 dari 160 negara 2005

Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh
Angka kematian kasar
Angka kematian ibu (AKI)
Angka kematian bayi (AKB)
Angka kematian balita (AKABA)











Artinya:
setiap jam, 2 Ibu Indonesia meninggal
46 dari 1,000 anak Indonesia akan meninggal sebelum ulang-tahunnya yang ke lima:
Artinya lebih dari 225,000 anak Indonesia di bawah 5 tahun meninggal setiap tahun
atau 25 anak di bawah 5 tahun meninggal setiap jam











Kesehatan Ibu & nak dan MDGs
Tujuan 4: Kurangi Kematian Anak
Menurunkan 2/3 kematian balita 1990-2015
Indikator:
AKB
AKABA
Proposi bayi mendapakan imunisasi campak
Tujuan 5: Peningkatan KIA
Menurunkan ¾ AKI dibandingkan antara tahun 1990 - 2015
Indikator
Ratio Angka Kematian Ibu
Proporsi persalinan oleh LINAKES







PROGRAM APA YANG PRIORITAS UNTUK MENURUNKAN AKI & AKB ?




Masalah
Kompetensi SDM masih kurang
Integrasi belum optimal
Monev belum optimal
Dukungan dana yang masih kurang
Pemberdayaan masyarakat masih belum optimal
Sarana dan prasarana belum memadai/kompetensi /sesuai standar

Pemecahan Masalah
Meningkatkan kemampuan SDM dengan pelatihan
Koordinasi dengan organisasi profesi/sektor/program
Meningkatkan monev program
Dukungan Dana APBD Prop maupun kabupaten/kota
Peningkatan pemberdayaan masyarakat
Standarisasi /sarana dan prasarana

Tragedi Nasional
Di Indonesia setiap tahun terjadi 18,300 kematian ibu atau setiap hari terjadi 50 kematian ibu
Di Sumatera Utara setiap tahun tahun terjadi 132 kematian ibu ???
Mengapa Tragedi ini hrs terjadi ???
Padahal pengetahuan dan teknologi untuk mencegah kematian telah tersedia

Apa yang Harus Dilakukan?
Melaksanakan Strategi Percepatan Penurunan AKI dan AKB

Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kes. Ibu, bayi baru lahir dan Balita yg cost efektif didukung oleh:
Kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait, mitra lain, pemerintah, DPR, Organisasi Profesi, swasta
Pemberdayaan perempuan dan keluarga
Pemberdayaan masyarakat



Jika Persalinan oleh nakes rendah (<85%), peningkatan Linakes akan menurunkan AKI

Untuk meningkatkan Linakes, penelitian dan pengalaman menujukkan perlu:
peningkatan distribusi tenaga kesehatan
(insentif untuk mengunjungi daerah sulit)
menurunkan hambatan biaya (memperluas askes)
menurunkan hambatan kultural

Di wilayah di mana Linakes cukup memadai,
peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan adalah
cara terbaik untuk menyelamatkan jiwa. Contohnya:

Manajemen kala tiga oleh seorang bidan dapat
mengurangi 60% kematian karena perdarahan

Mengetahui tanda–tanda awal dan
melaksanakan rujukan
kegawat-daruratan ke fasilitas yang
memadai dapat mengurangi 30-80%
kematian Ibu dari infeksi dan eklampsia

Kesimpulan
Kematian Ibu:
Untuk menurunkan AKI nasional dari 307/100,000 menjadi mencapai MDG (125/100,000), Indonesia harus :
Meningkatkan cakupan Linakes Terampil menjadi 85%
Meningkatkan keterampilan Bidan dalam PONED dan PONEK

Demikian juga program mencegah anak mati sudah ada program-program cost efektif
Imunisasi TT2 pada ibu hamil dapat mencegah 100% kematian Bayi Baru Lahir karena tetanus.
Pemberian ASI Segera selama sebulan, tanpa makanan tambahan lainnya, dapat mencegah 22% bayi dari kematian BBLR.

Linakes terlatih akan mampu meresusitasi bayi dengan asfiksi, serta mencegah infeksi terjadi pada saat pasca-persalinan. Pada kunjungan neonatal (KN1), Linakes terlatih dapat mengatasi infeksi pada bayi.

Tindakan tersebut dapat mencegah 30% kematian bayi baru lahir karena asfiksi, serta 90% kematian karena infeksi.

Kebiasaan cuci tangan dengan sabun dapat mencegah hingga 46% kasus diare pada balita, dan dapat mencegah 33% kematian karena diare.
Pelaksanaan protokol “menejemen terpadu bayi sakit” (MTBS) dapat mencegah 60% kematian anak akibat ISFA/Pneumonia.

Akan tetapi, pendekatan MTBS belum jalan dengan baik di Indonesia, dan akan memerlukan investasi yang cukup besar.

Immunisasi lengkap pada Bayi di bawah 2 tahun (UCI) dapat menurunkan kematian dari campak sebanyak 86%
Karena itu, program gizi juga penting. ASI Eksklusif adalah salah satu intervensi gizi yang paling efektif, dan dapat menurunkan kematian Balita yang terkait gizi buruk sebanyak 10%.

Kematian Anak
Untuk menurunkan AKA dan mencapai MDG (15/1,000), Indonesia memerlukan:
Menurunkan kematian bayi baru lahir melalui TT2, Persalinan Linakes dan pemberian ASI
Meningkatkan perilaku sehat, terutama pemberian ASI dan cuci tangan
Meningkatkan cakupan immunisasi
Memperluas pelayanan MTBS

Keuntungan Investasi pada Ibu dan Anak
Meningkatkan kesejahteraan:
HDI
Mengurangi beban berat keluarga
Menciptakan SDM yang berkualitas
Menjalankan mandat Konstitusi
Menjalankan mandat UU:
Menjalankan Mandat global
Efektifitas Anggaran Pendidikan

Apa yang harus Diperbuat oleh Legislatif?
Semua program di atas sudah ada dan sudah cukup lama dikenal di Indonesia, tapi mengapa masih tinggi AKI dan AKB di Indonesia?
Fungsi budgetting: Cukupi anggaran untuk pelaksanaan program tersebut dengan:
Lengkapi input menurunkan AKI:
Nakes berkompeten
Bidan di desa (polindes dan desa siaga)
Dokter di puskesmas
Dokter kebidanan dan kandungan di RS rujukan
Pelatihan yang belum kompeten
Alat yang cukup
Obat yang cukup
Ketersediaan darah
Bebaskan hambatan biaya transportasi dan biaya RS
Cukupkan biaya operasional

Legislasi: Bagi peran antara daerah dan pusat baik dari sisi pelaksanaan mau pun pendanaan
Monitoring: awasi seluruh pelaksanaan pada program-program yang cost efektif dan anggaran banyak habis di tingkat bawah serta Libatkan masyarakat baik dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan DENGAN UKURAN KINERJA

PP 25/2000
Wewenang Pusat:
Standar gizi, sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
Pedoman pembiayaan kesehatan
Standar akreditasi sarana dan prasarana
Standar pendidikan & pendayagunaan nakes
Pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat
Pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi dan standar etika penelitian
Pemberian izin, pengawasan obat dan industri farmasi
Penetapan persyaratan pengunaan zat adiktif dan pengawasan makanan
Penetapan kebijakan JPKM
Survailans epidemiologi, pengaturan, penanggulangan wabah, penyakit menular, dan KLB
Penyediaaan obat esensial.

Kewenangan provinsi :
Pedoman penyuluhan/kampanye kesehatan
Kelola dan izin RS khusus
Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
Survailans dan penanganan wabah dan KLB
Penempatan tenaga strategis, pindah tenaga khusus antar kabupaten, pendidikan dan pelatihan

Wewenang Kabupaten/Kota:
Tidak ada aturan setingkat PP atau Perpres
Yang ada: SK Menkes 1457/2003 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Akibatnya:
Kurang “greget” karena daerah kurang patuh atau tidak ada konsekuensi. Akhirnya, banyak daerah kurang bahkan tidak mendanai program KIA.

Eksekutif perlu membenahi :
Peningkatan Akses dan kualitras pemberian pelayanan MNCH
Peningkatan kesadaran dan kemauan masyarakat menggunakan fasilitas pelayanan MNCH
Peningkatan kerja sama antara pemerintah dengan unsur swasta
Peningkatan kapasitas Dinkes kesehatan daerah

Fokus pada pelayan KIA esensial
KB
Immunisasi
Persalinan oleh tenaga kesehatan
Pelayanan obst/neonatal emergency
KIA
Gizi bumil, menyusui, balita
MP-ASI (khusus ibu menyusui dari Gakin)
MTBS
Personal hygiene
Sanitasi/lingkungan rumah tangga

Pembangunan kesehatan ibu dan anak merupakan investasi jangka panjang
Investasi ini tidak dapat diperlihatkan secara fisik kepada masyarakat  butuh komitmen yang tinggi terhadap generasi penerus bangsa dari legislatif dan eksekutif
Biayai program kesehatan ibu dan anak yang cukup
PERLU PERSPEKTIF GENDER UNTUK PROGRAM KESEHATAN BAGI CALEG PEREMPUAN

Dr.H.DELYUZAR Sp.PA(K) DIREKTUR JKM (JARINGAN KESEJAHTERAAN/KESEHATAN MASYARAKAT)
(disampaikan pada Sarasehan Politik Perempuan Kohati HMI Cabang Medan di Binagraha Pemprovsu, 04 April 2009)

0 komentar: